2019 Hukum bagi dokter

Hasil gambar untuk hukum bagi dokter

HUKUM  BAGI  DOKTER

fx. wikan indrarto*)

Ikatan Dokter Indonesia telah mencanangkan bahwa 27 Juni sebagai Hari Kesadaran Hukum Kedokteran. Hal ini terkait bahwa pada 27 Juni 1984 Mahkamah Agung mengeluarkan putusan yang membebaskan Dr. Setyaningrum di Puskesmas Wedarijaksa, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, dari segala tuntutan hukum atas dugaan malapraktik, yang mengakibatkan seorang pasien meninggal dunia. Apa yang sebaiknya kita pelajari?

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/05/13/2019-peran-lengkap-dokter/

.

Sejarah layanan penyembuhan sudah setua manusia itu sendiri. Bentuk layanan penyembuhan, aturan, dan sistem hukumnya juga ikut berubah, sesuai dengan perkembangan waktu. Dimulai dari sumpah Hiprocrates (Yunani Kuno), kemudian kodifikasi etik kedokteran pada sekitar Perang Dunia, Hukum Positif pada dekade tahun 1950-60, ‘Medico Industrial Compleks’ pada era industri, dan terakhir berupa sistem pembiayaan kesehatan.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/27/2019-sisi-buruh-dokter/

.

Hippokrates yang hidup tahun 460-370 SM adalah seorang tabib atau dokter jaman Yunani kuno, yang dikenal sebagai “Bapak Kedokteran” dan salah satu murid dari Herodikus. Tulisan hasil karyanya yang dikenal dengan Corpus Hippocraticum, telah mengikis habis semua pemikiran takhyul masyarakat Yunani kuno, mengenai penyakit yang datang dari ilah-ilah yang membalas dendam. Sumpah Hippokrates (Hippocrates oath)adalah sumpah yang secara tradisional diucapkan demi para dewa dalam mitologi Yunani kuno, yaitu Apollo, Asclepius, Hygieia dan Panaceia. Sumpah Hippokrates adalah rambu tentang etika yang harus dijunjung tinggi para dokter, saat melakukan praktik profesi penyembuhan. Sampai sekarang, beberapa bagian sumpah Hoppokrates dan aturan etika lisan yang ketat mengatur tersebut telah dihilangkan atau diubah sejalan dengan berjalannya waktu.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/04/24/2019-dokter-digital/

.

Aturan yang mengatur profesi dokter lebih ketat dan tertulis berikutnya adalah “Code of Medical Ethics”. Kode Etik Kedokteran Indonesia terbaru disahkan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun  tahun 2013, sesuai dengan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), maupun pelbagai perundang-undangan lainnya yang mengatur profesi kedokteran. Revisi dengan penekanan ketat norma yang lebih hirarkis, yang ditunjukkan dengan kata “wajib” atau “dilarang” dan “seharusnya” atau “seyogyanya”. Sebagai contoh adalah seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara independen dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran tertinggi.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/13/2019-etika-profesi-dokter/

.

Setelah etika, rambu yang mengatur profesi dokter berikutnya adalah hukum, baik Sistem Hukum Kodifikasi (Eropa Kontinental) maupun Sistem Hukum Kebiasaan (Common Law System). Dalam hukum kesehatan (Public Health Law) telah diatur tentang hubungan hukum dalam layanan kesehatan antara petugas kesehatan, yaitu dokter, rumah sakit, puskemas dan tenaga kesehatan lain dengan pasien. Baik sistem hukum kodifikasi maupun sistem hukum kebiasaan, hukum kesehatan mempunyai obyek yang sama, yaitu pasien. Hukum yang melindungi pasien inilah yang merupakan obyek atau inti satu-satunya dalam sistem hukum kesehatan internasional, yang bertumpu pada asas ”the enjoyment of the highest annainable standard of health is amount of the fundamented rights of every human being” (kesehatan merupakan salah satu dasar keberadaan dari setiap orang).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2019/02/11/2019-dokter-virtual/

.

Layanan dokter pada dekade berikutnya justru lebih banyak diatur oleh ‘Medico Industrial Compleks’ atau kerjasama dokter dengan perusahaan yang memasok produk kesehatan, untuk meraih keuntungan. Konsep ini pertama kali dikembangkan oleh Barbara dan John Ehrenreich dalam ‘Bulletin of the Health Policy Advisory Center’ tahun 1970 dengan judul “The Medical Industrial Complex” dan ulasan dalam New England Journal of Medicine (4 November 1971, 285: 1095). Konsep ini kemudian dipopulerkan pada tahun 1980 oleh Arnold S. Relman dalam sebuah makalah berjudul “The New Medical-Industrial Complex.” Relman mencurigai adanya potensi besar untuk mempengaruhi kebijakan dokter dalam layanan kesehatan. Selain itu, pengelolaan RS juga lebih banyak dilakukan oleh ahli bisnis daripada profesional medis, bahkan prioritas bantuan dana yang terus meningkat ditujukan untuk dokter dalam layanan medis (providing services), bukan pada dokter dalam penelitian medis (medical research). Selanjutnya, layanan dokter disorot terus-menerus, termasuk oleh John Ehrenreich dalam “Third Wave Capitalism: How Money, Power, and the Pursuit of Self-Interest have Imperiled the American Dream” (Cornell University Press, May 2016).

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/12/06/2018-bisnis-medis-dokter/

.

Rambu layanan dokter terbaru dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, berupa sistem pembiayaan kesehatan. Pembiayaan baru berpola ‘Health Insurance’ untuk menggantikan sistem lama, yaitu  ‘Fee for Service’. Kelemahan sistem ‘Fee for Service’ adalah terbukanya peluang bagi dokter untuk memanfaatkan ‘Agency Relationship’, dimana dokter mendapat imbalan untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien, yang besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi, termasuk dipengaruhi oleh ‘Medico Industrial Compleks’. Sebaliknya, pada sistem ‘Health Insurance’ pembayaran dilakukan oleh pihak ketiga atau pihak asuransi. Sistem pembiayaan kesehatan dalam era JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) di Indonesia disebut ‘kapitasi’ untuk dokter umum di layanan primer dan ‘case-mix’ untuk dokter spesialis di RS (Rumah Sakit) layanan sekunder atau tersier, sehingga rambu ini dapat menekan pengaruh ‘Medico Industrial Compleks’.

.

baca juga : https://dokterwikan.wordpress.com/2018/11/07/2018-dokter-pahlawan/

.


Momentum Hari Kesadaran Hukum Kedokteran Kamis, 27 Juni 2019, menyadarkan kita bahwa layanan medis oleh dokter kepada pasien hakekatnya adalah mulia. Tanpa rambu dan hukum yang tegas, hakekat mulia dapat pudar karena sikap dan perilaku dokter yang menyimpang. Para dokter diharapkan semakin menyadari bahwa profesinya selalu bersinggungan dengan sisi hukum, etika, sumpah profesi, spirit kesejawatan, kebutuhan dan keselamatan pasien.

Sudahkah para dokter bertindak bijak?

Saat menikmati kopi Vietnam di Hanoi

Sekian

Yogyakarta, 26 Juni 2019

*) Dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Alumnus S3 UGM, pengajar di FK UKDW, WA: 081227280161, e-mail : fxwikan_indrarto@yahoo.com

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.